Selasa, 06 September 2011

Paskah dan Sosialisme


Paskah akhirnya menghampiri kita lagi. Saat-saat permenungan puncak kisah sengsara Yesus Kristus pun kembali mengetuk hati yang dingin ini. Teringat sejenak, tentang sebuah julukan yang sempat menghampiriku, “Katolik Napas”, alias “Katolik Natal dan Paskah”. Jelas saja, karena waktu-waktu SMP dan SMA bagi saya, hanya menyentuh gereja di dua perayaan itu saja.
Apakah untuk penebusan dosa, ataukah nalar saya sekarang makin membutuhkan Tuhan, tahun-tahun terakhir saya begitu menikmati jalannya misa di gereja, detik per detik. Jarang sekali rasa bosan muncul ketika beribadah di gereja, sebuah hal yang sering muncul ketika masih bersekolah.

Mengikuti perayaan “Tri Hari Suci”, Kamis Putih, Jumat Agung, dan Sabtu Suci (atau Malam Paskah), ada beberapa ayat bacaan yang menggelitik saya. Apakah umat lain merasakan, atau memang sudah sering diperbincangkan? Saya justru baru sadar sekarang.

Senin, 05 September 2011

Di UAN Kami Mengandalkan Tuhan


Empat bulan yang lalu saya adalah guru di SMA swasta favorit, dengan predikat RSBI. Semua memandang lebih tinggi status sosial itu. Saya pun di depan para murid menjadi figur yang diperhatikan, dicontoh. Berbagai motivasi saya berikan, terutama untuk menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN). Namun, saya pernah merasakan apa itu UAN. Inilah kisah saya, ketika detik waktu, masih bernamakan masa “SMA”.

Saya mengikuti UAN pada tahun kedua penyelenggaraannya, 2004. Batas minimal kelulusan pada saat itu adalah 4,01. Sebelum ada UAN, yang ada adalah EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional). Lalu setingkat UAS sekarang ada EBTA.
Masih tertera di ijasah SLTP saya, nilai EBTA elektronika tiga koma sekian. Mengingat kondisi demikian, ada kemungkinan nilai tiga akan menempel lagi di ijasah saya.